Do Not Compare Yourself with Others
August 23, 2018
I decided to make a new content for this blog, and Life Before Thirty sounds really fun, since I'm already in my late 26 and I still got 4 years to go before hitting that glorious 30! So I planned to write about things I've done and what happened with life in my 20s, how I deal with my quarter life crisis, my ideas and thoughts, the way I see life these days, my curiosities and anxieties about future life, my life journey and adventures, et cetera et cetera. Hope it will be fun to read!
So, let's begin with this one..
Book Collection at SK Coffee Lab Kediri. (Bunga Bangun. 2018) |
"Jangan membandingkan dirimu dengan orang lain."
Terdengar seperti petuah yang sangat bijak, sekaligus sangat sering kita abaikan, secara sadar maupun tidak. Jadi gini, beberapa bulan belakangan aku sering melihat di beberapa platform media sosial, banyak kawan-kawan lama terlihat makin rajin mengunggah foto dan video pendek. Sekali dua kali, ngeliatnya sih biasa aja, itung-itung jadi hiburan juga karena lama tak bersua dengan mereka. Tapi makin lama, ketika makin diperhatiin, rasanya seperti ada maksud terselubung di balik aktifitas tersebut. Terasa sekali hampir di semua unggahan, ada maksud tersirat untuk 'pamer' dan saling sindir-menyindir antar satu sama lain. Terlepas dari entah apa yang sebetulnya terjadi, tapi aku lelah sendiri sebagai penonton. Untuk apa mereka serepot itu mencitrakan dirinya sendiri? Mereka bahkan bukan selebgram yang memang dibayar untuk memamerkan sesuatu. Apa yang mereka dapat dari perlombaan tanpa hadiah itu? Gengsi.
Ya, gengsi. Gengsi kalau dibilang nggak up-to-date, minder kalau nggak terlihat mampu secara finansial di akun media sosialnya, malu kalau kalah hedon dan heboh dari teman-temannya sendiri. Lalu mereka, sesama penikmat aktifitas pamer ini, akan saling mengomentari alias nyinyirin satu sama lain di belakang. Tapi giliran ada teman yang mengingatkan, mereka akan nggak terima dan menuduh si pemberi nasehat dengan kata-kata: "iri ya? nggak mampu ya? urusin aja hidupmu sendiri, duit-duitku sendiri terserah aku lah, kamu sendiri udah ngapain aja?" What the heck. Jadi sebenarnya standar untuk terlihat sempurna di media sosial itu siapa yang buat?
Bukan berarti harus mengunggah yang sedih-sedih atau susah-susah, tapi kenapa juga sih harus mengunggah yang memang niatnya buat pamer? Well, that's just my opinion. Kalau memang temenmu pamer dan kamu nggak suka atau merasa kalah, ya kenapa harus ikut-ikutan pamer juga cuma karena nggak terima dan nggak mau tersaingi? Orang pamer dipamerin, ya nggak kelar-kelar perputarannya.
Kenapa orang-orang terlalu rapuh gengsinya? Kenapa orang-orang suka sekali berusaha menyetarakan dirinya dengan orang lain, yang bahkan standarnya pun nggak jelas? Kenapa orang-orang senang membandingkan apa yang dimiliki orang lain, dengan apa yang dia sendiri punyai? Lalu ketika mereka merasa kalah, nyinyirlah kemudian untuk nutupin gengsinya yang ternodai.
Jangan bandingkan hidup kita dengan orang lain. Setiap manusia di dunia timeline hidupnya nggak ada yang sama. Sama halnya dengan jatah waktu kita dengan nyawa dan raga ini yang nggak mungkin sama. Semua-mua yang pernah dialami dan dijalani dalam hidup, nggak pernah mungkin sama persis satu sama lainnya. Ketika teman sebaya sudah mapan bekerja, menikah, membangun keluarganya sendiri, mengurus anak, lalu apa aku yang masih belum punya penghasilan tetap dan single dengan keadaan keluarga yang terpecah belah ini harus memaksakan diri buat berbuat hal yang sama? Ya enggak. Belum tentu rejekiku datang di waktu yang bersamaan dengan mereka, belum tentu ketika aku memutuskan menikah sekarang juga kehidupanku akan jadi lebih baik, mengingat masih banyak yang harus kuperbaiki dari diriku sendiri. Sounds like an excuse? Not really. You never know what I've gone through all my life, and the same goes to you, I never know what you have been through in life. All the decisions everyone makes, is based on whatever happened in their life. Setiap orang punya perhitungannya sendiri. Ketika akhirnya mereka sukses, berarti perhitungannya tepat, ketika mereka gagal, berarti perhitungannya meleset atau mereka terlalu ambisius tanpa berpikir realistis, yang mereka perlukan adalah belajar lebih banyak untuk kemudian menemukan momen kesuksesannya sendiri. Karena sekali lagi, momentum dalam hidup setiap orang nggak ada yang sama. Jadi rasanya tak perlu juga kalang kabut melihat kesuksesan rekan-rekanmu sementara kamu masih berjuang.
Your time will come.
Coba deh, nikmatin petualanganmu sendiri, cari ritme perjalananmu sendiri. Niscaya kamu nggak akan pernah melihat dunia dengan cara yang sama lagi. Ngomong emang gampang, melakukannya lebih susah, tapi nggak pernah ada salahnya kan mencoba?
Salam hangat,
Bunga Bangun
0 comments