Ulas Buku: Tempurung (By Oka Rusmini)

December 28, 2017

sumber: Goodreads


Ketagihan baca tulisannya Oka Rusmini di buku Kenanga yang kemarin, jadi akhirnya kulanjutkan ke bukunya yang lain dengan judul Tempurung ini. Di buku ini, tulisannya terasa lebih gelap, suram, dan mengerikan dibanding buku Kenanga. Bagaimana penulis menceritakan benda-benda mati seolah jadi bernyawa, bagaimana makhluk-makhluk hidup digambarkan tak ubahnya benda mati. Bagaimana nyawa seperti tidak ada harganya, bagaimana harga diri manusia serapuh kayu lapuk yang hanya perlu diinjak sekali lalu langsung lebur. Mengerikan, tapi juga sangat apik. Imajinasiku tentang adegan-adegan di buku ini jadi terasa sangat nyata, seolah tokoh-tokoh yang ada di dalamnya sedang kulihat dengan mata kepalaku sendiri. Seperti tubuhku tersedot ke dalam buku itu sendiri.

Sejak bagian pertama, tokoh dan cerita yang disajikan di dalam buku ini sangat kompleks. Banyak bermunculan tokoh-tokoh dengan karakter yang berbeda-beda dan membawa ceritanya masing-masing, membuatnya jadi agak sulit untuk diikuti. Di beberapa bagian sampai harus kubaca ulang beberapa kali untuk memastikan cerita yang kubaca tetap runut dan imajinasiku tidak kacau. Hilang fokus sedikit saja, aku bisa lupa tokoh mana yang sedang kubaca ceritanya. Ada beberapa cerita yang alur waktunya maju dan mundur tapi batasannya terlalu kabur, berkali-kali pembaca jadi sedikit kepayahan mengikuti alur yang ada karena harus menyesuaikan orientasi waktunya, apakah yang sedang dibacanya adalah si tokoh dari masa lalu ataukah si tokoh yang dari masa sekarang. Tapi mungkin justru itu yang membuat ceritanya jadi menarik dan berkarakter.

Penggambaran karakter-karakter yang diciptakan penulis benar-benar bikin takjub. Sangat aneh, kejam, mengerikan, gila, tidak manusiawi, tapi juga begitu nyata dalam waktu yang bersamaan. Tema ceritanya masih banyak berfokus pada keperempuanan dan segala permasalahannya yang pelik. Ada cerita tentang dendam perempuan yang kehilangan harga diri karena dijual perempuan lainnya, ada cerita tentang perempuan yang kelewat terobsesi pada ambisi dan karirnya, ada cerita sedih tentang bagaimana perempuan menjalani pernikahan karena paksaan, ada cerita sadis tentang bagaimana perempuan kehilangan hati dan kelembutannya karena hidupnya porak poranda, ada cerita tentang mimpi dan pengharapan perempuan mengenai hidupnya, ada cerita tentang bagaimana mimpi perempuan dan juga harga dirinya direnggut paksa darinya, dan masih banyak lagi. Dan di buku ini, sosok laki-laki di beberapa cerita digambarkan begitu bengis, tidak manusiawi, semena-mena, tanpa kelembutan sama sekali, hanya menghadirkan duka nestapa bagi perempuannya, seringkali merenggut apa-apa yang dimiliki perempuan tanpa peduli selara apa mereka hanya karena nafsu dan ambisinya sendiri. Aku ngeri sendiri membacanya.

"Jadi perempuan itu susah", begitu kata salah satu tokoh dalam buku ini. Memang. Perempuan itu rapuh dan ringkih, tapi juga sangat kuat dan mengerikan. Terkadang perempuan harus rapuh dan hancur terlebih dulu barulah ia sadar seberapa besar kekuatan yang dipunyainya untuk kembali bangkit dan menerjang hidup yang serba keras.

Penggambaranku rasanya nggak akan cukup untuk memperlihatkan kengerian-kengerian yang ada di buku ini. Harus kamu baca sendiri dan rasakan sensasi-sensasi bagaimana emosimu ikut teraduk sembari membaca lembar demi lembarnya.

You Might Also Like

0 comments